Selasa, 30 Desember 2025

Konfrontasi UEA, Masa Depan PLC Yaman Dipertaruhkan

Keputusan Presiden Dewan Kepemimpinan Presiden (PLC) Yaman, Rashad al-Alimi, untuk membatalkan perjanjian pertahanan dengan Uni Emirat Arab dan menuntut penarikan pasukan Emirati dapat dibaca sebagai langkah berani, tetapi juga berisiko tinggi. Pertanyaannya bukan sekadar apakah langkah ini sah secara hukum, melainkan apakah ia lahir dari kalkulasi politik dan militer yang matang atau justru hasil tekanan situasional yang belum sepenuhnya dipikirkan implikasinya.

Secara formal, al-Alimi memang memiliki legitimasi untuk mengambil langkah tersebut sebagai kepala PLC yang diakui secara internasional. Namun PLC sendiri bukan institusi homogen. Ia adalah koalisi rapuh yang menyatukan aktor-aktor dengan loyalitas berbeda, termasuk kepada Arab Saudi, UEA, dan kekuatan lokal masing-masing. Dalam konteks ini, mengusir UEA berarti menantang salah satu sponsor terkuat dari sebagian anggota PLC itu sendiri.

Al-Alimi hampir pasti memahami bahwa empat anggota PLC dikenal dekat atau sejalan dengan kepentingan UEA, baik secara politik maupun militer. Namun memahami tidak sama dengan mampu mengendalikan. Dengan membatalkan perjanjian secara sepihak, al-Alimi secara tidak langsung memaksa keempat figur tersebut memilih antara loyalitas formal pada PLC atau kepentingan strategis mereka bersama UEA.

Risiko terbesar dari situasi ini adalah munculnya entitas de facto baru. Empat anggota pro-UEA secara teori memiliki cukup alat politik dan militer untuk membangun pemerintahan paralel di wilayah selatan atau pesisir, terutama jika didukung STC dan jaringan keamanan lokal. Al-Alimi mungkin sadar akan risiko ini, tetapi tampaknya ia bertaruh bahwa legitimasi internasional PLC akan cukup untuk mencegah perpecahan terbuka.

Masalahnya, pengalaman Yaman sejak 2015 menunjukkan bahwa legitimasi internasional tidak selalu mengalahkan fakta di lapangan. Pemerintahan di Aden sendiri pernah kehilangan kendali kota itu meski diakui PBB. Artinya, kalkulasi al-Alimi sangat bergantung pada asumsi bahwa UEA tidak akan mendorong perpecahan secara terbuka karena biaya politiknya terlalu mahal.

Soal ekonomi, langkah ini juga mengandung pertaruhan. Al-Alimi kemungkinan besar telah menimbang apakah UEA benar-benar menjadi penopang utama ekonomi Yaman atau tidak. Dalam praktiknya, kontribusi UEA terhadap Bank Sentral Yaman jauh lebih kecil dibanding Arab Saudi, terutama dalam hal deposit mata uang asing dan stabilisasi rial Yaman.

Dari sudut pandang itu, al-Alimi mungkin menilai bahwa kehilangan dukungan ekonomi UEA tidak akan berdampak fatal bagi fungsi dasar negara, terutama jika Saudi tetap berada di belakang PLC. Ini menjelaskan mengapa langkah keras ini diambil: ia merasa ketergantungan ekonomi Yaman pada UEA tidak sedalam ketergantungan politik dan militer.

Namun, asumsi tersebut hanya valid jika konflik tetap terbatas pada level diplomatik dan politik. Jika eskalasi berubah menjadi fragmentasi wilayah, maka biaya ekonomi tidak lagi datang dari bantuan langsung UEA, melainkan dari terputusnya jalur perdagangan dan pelabuhan strategis yang selama ini berada dalam pengaruh Emirati dan STC.

Di sinilah letak risiko strategis terbesar. Jika UEA menolak pergi dan STC tetap setia pada Abu Dhabi, maka skenario di mana pesisir selatan dan barat Yaman terpisah secara de facto dari wilayah pedalaman menjadi sangat mungkin. Marib, Al-Jawf, Taiz, pedalaman Hadramaut, dan Al-Mahra bisa kehilangan akses efektif ke laut.

Al-Alimi tampaknya menyadari bahaya ini, tetapi mungkin berharap bahwa tekanan internasional dan Saudi akan memaksa UEA menahan diri. Masalahnya, UEA tidak melihat pesisir Yaman hanya sebagai isu Yaman, melainkan sebagai bagian dari strategi maritim regionalnya di Laut Arab dan Bab al-Mandab.

Dalam konteks ini, dukungan STC kepada UEA hampir pasti tidak goyah. STC bergantung secara eksistensial pada dukungan Emirati, baik senjata, pelatihan, maupun legitimasi de facto. Mengharapkan STC berpaling demi keputusan PLC tampaknya bukan asumsi yang realistis.

Lebih jauh, posisi pasukan Tariq Saleh menjadi variabel krusial lain. Tariq Saleh memiliki hubungan erat dengan UEA dan menerima dukungan langsung dalam membangun kekuatan di pesisir barat. Ia tidak berada di bawah kendali langsung al-Alimi, dan loyalitasnya lebih bersifat personal dan strategis daripada institusional.

Jika UEA bertahan, besar kemungkinan Tariq Saleh akan mengambil posisi netral semu tetapi pro-UEA secara praktis. Ini akan memperkuat kontrol Emirati di pesisir barat dan semakin mempersempit ruang manuver PLC di wilayah laut.

Pertanyaannya, apakah al-Alimi sudah menghitung potensi koalisi tidak resmi antara STC, Tariq Saleh, dan faksi pro-UEA di PLC? Indikasinya, ia sadar risikonya, tetapi memilih untuk mengambil langkah ini demi menegaskan otoritas negara sebelum otoritas itu sepenuhnya menguap.

Dari sudut pandang al-Alimi, tidak bertindak justru bisa lebih berbahaya. Pembiaran terhadap ekspansi pengaruh UEA berpotensi menjadikan PLC sekadar stempel formal tanpa kekuasaan nyata. Dengan kata lain, langkah ini mungkin dilihat al-Alimi sebagai taruhan terakhir untuk menyelamatkan konsep negara Yaman, bukan sekadar konflik dengan UEA.

Namun taruhan ini bersifat sangat tinggi. Jika gagal, alih-alih memperkuat negara, langkah ini bisa mempercepat fragmentasi. Yaman berpotensi terbelah bukan hanya antara utara dan selatan, tetapi menjadi beberapa zona pengaruh permanen dengan patron regional berbeda.

Kesimpulannya, Rashad al-Alimi kemungkinan besar telah berpikir panjang, tetapi berpikir panjang tidak selalu berarti memiliki semua kartu kemenangan. Keputusan ini tampak lebih sebagai langkah defensif strategis yang diambil dalam kondisi pilihan yang semakin sempit, bukan langkah ofensif yang didukung kekuatan penuh.

Apakah ini keputusan yang matang atau nekat, jawabannya sangat bergantung pada langkah selanjutnya: apakah Saudi akan berdiri penuh di belakang al-Alimi, dan apakah UEA memilih konfrontasi terbuka atau konsolidasi senyap. Nasib PLC, bahkan konsep Yaman sebagai negara terpadu, kini berada di titik paling rapuh sejak pembentukannya.

Tidak ada komentar: